Anda
pernah mengalami nyeri pada sendi? Bisa
sudah dan mungkin juga belum. Hampir bisa dipastikan, mayoritas orang pernah
mengalaminya. Masyarakat awam biasanya langsung beranggapan, hal itu disebabkan
rematik atau asam urat. Sebagian lagi berpikir itu akibat osteoporosis. Lantas
apa sebetulnya dan bagaimana dengan solusinya?
Menurut
DR. Dr. Andri Maruli Tua Lubis, Sp.OT (K) nyeri sendi terjadi akibat adanya
radang pada sendi (osteoarthritis). Memang, sebagian orang awam mengatakan hal
ini sebagai pengapuran. Lantaran pada saat tulang difoto rontgen terdapat
osteofit (semacam taji). Sebetulnya bukan tumbuh, namun karena kerusakan pada
tulang rawan maka timbul osteofit.
“Jadi osteoarthritis
itu merupakan radang pada sendi atau kerusakan pada tulang rawan sendi.
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh sendi, baik sendi kecil maupun sendi
yang besar di antara dua tulang. Sebetulnya tidak ada kapur. Kondisi ini
membuat orang jadi salah kaprah. Mereka jadi takut minum kalsium sebab khawatir
kapurnya bertambah besar, padahal sama sekali tidak ada hubungannya,” jelas dr.
Andri.
Kerusakan
tulang rawan tersebut, sambung dia, dapat terjadi pada seluruh tulang rawan.
Mulai dari lutut, engkel, panggul, bahu, tulang belakang, hingga siku. Tak
hanya itu, stadiumnya pun berbeda-beda. Derajat ringan, tulang rawannya seperti
lembek. Ada juga yang seolah berserabut dan bolong. Bahkan yang lebih berat
lagi, di bawah tulang rawan terdapat tulang dan tulang itu ikut tergerus.
“Memang umumnya osteoarthritis terjadi pada lutut dan panggul. Hal ini
dikarenakan, sendi pada lutut dan panggul adalah sendi weight bearing. Sendi
yang menahan beban tubuh. Tapi, penyakit ini dapat terjadi pula pada bahu,
tangan, atau tempat lainnya. Penyakit ini misterius. Soal stadium, misalnya
osteoarthritis pada lutut. Berdasarkan rontgen, stadium satu terlihat mulai
penyempitan ringan celah sendinya. Stadium dua selain penyempitan, juga ada
osteofit. Stadium tiga lebih parah, dan stadium empat jika
tulang paha dan tulang
kering sudah menyatu. Tapi, pada sendi-sendi lain stadiumnya berbeda lagi,”
kata dia.
Lantas
apa faktor risiko sehingga terjadi osteoarthritis? Kata dr. Andri, yaitu jika bobot badan berat,
kegegemukan atau obesitas. Berikutnya adalah melakukan olahraga yang terlalu
high impact sehingga pernah cedera pada sendinya, kaum hawa, dan faktor
keturunan atau herediter.
“Umumnya
terjadi pada orang tua, karena osteoarthritis tergolong penyakit degeneratif.
Tapi, osteoarthritis dibagi dua, primer dan sekunder. Primer terjadi tanpa
sebab yang tidak jelas. Ini biasanya terjadi pada orang tua. Sedangkan
sekunder, terjadi karena faktor yang lain, misalnya, patah tulang, yang
patahannya sampai ke sendi, sedangkan perbaikannya tidak benar. Ini dapat
membuat osteoarthritis terjadi lebih awal, walau usianya masih muda,” imbuh
dia.
Penanganan Osteoarthritis
Penanganan
osteoarthritis, ujar dr. Andri, tergantung pada stadiumnya. Misalnya, cara
suntik, itu hanya bisa untuk pasien dengan stadium awal. Metode ini bukan untuk
stadium lanjut.
“Untuk pasien stadium
tiga dan empat sudah tidak pada tempatnya disuntik-suntik. Jika itu dilakukan,
sama saja seperti menggarami air laut. Efeknya tidak bagus,” tegas dia.
Sebelum
melakukan penyuntikan, lanjut dia, pertama harus tahu bahan yang akan disuntikkan
itu. Umumnya yang disuntikan adalah asam herononik atau herononik acid. Ini
nama generiknya, produknya macam-macam. Bahan bakunya berbeda-beda, ada yang
dari jenger ayam, bahan organik, dan sintetik,” jelas dr. Andri. “Tujuan penyuntikan
untuk menambah cairan. Cairan lutut yang normal itu sebenarnya ada. Namanya
cairan sinofium yang dihasilkan dari sinufium-sinufium pada kapsul sendi.
Fungsinya sebagai pelumas, agar sendi kita dapat bergerak dengan smooth. Cairan
ini bisa berlebih juga. Jika terjadi radang, cairan ini dapat berlebih. Kalau
sedang berlebih jangan disuntik, malah harus disedot. Jangan takut kering,
tidak bakal kering.”
Kadang-kadang,
imbuh dr. Andri, ada juga pada pasien osteoarthritis disuntikan steroit.
Langkah ini kurang baik. Tindakan ini dilakukan jika sangat perlu. Maksimal
setahun tiga hingga empat kali. “Bahayanya adalah tulang menjadi keropos. Ini
perlu, jika radangnya hebat. Kami lebih menyukai asam herononat, karena ini
semacam cairan sendi normal.
Cairan yang
disuntikkan itu, lanjut dr. Andri, harus masuk ke dalam sendi yang dituju. Jika
tidak maka akan sia-sia. Padahal harga ‘asam’ ini cukup mahal untuk setiap penyembuhannya. Setiap pasien dapat menjalani jumlah suntikan yang berbeda-beda, ada
yang dua atau tiga penyuntikan.
“Itu tergantung sifat
dari asam yang dimasukkan, mereknya macam-macam. Misalnya merek A dia harus
disuntikkan lima kali (satu kali cure-nya), memang bekerjanya begitu. Ada merek
B, dia tiga kali (satu cure-nya). Asalnya berbeda, berat jenis melekulnya
berbeda. Sehingga ada yang perlu disuntik lima kali, sekali seminggu. Jadi
cairan itu harus benar-benar masuk ke dalam sendi, kalau tidak maka tak efektif
dan ada efek samping, menimbulkan rasa nyeri,” urai dr. Andri.
Soal
efektivitas penyuntikan, sambung dia, tergantung stadiumnya. Kalau untuk pasien
stadium satu dan dua, cukup efektif, sedangkan untuk stadium tiga dan empat
kurang efektif. Metode ini harus diulang setahun sampai enam bulan. Yang harus
diingat adalah osteoarthritis tidak ada obatnya, yang bisa mengembalikan ke
fungsi yang lebih baik. Tidak ada cara untuk menyetopnya.
“Jadi, selama
hidupnya, pasien akan terus berkutat dengan masalah tersebut. Kalau pun perlu
joint replacement, harus ada kriterianya. Minimal dipasang pada pasien berumur
di atas 65 tahun. Karena alat ini buatan manusia, bukan buatan Tuhan, jadi tak
dapat regenerasi. Ada umurnya. Joint replacement itu umurnya 10 sampai 15
tahun. Misalnya, pada stadium awal, kita ini ibaratnya buying time, supaya
tidak cepat-cepat joint replacement, ya kita lakukan penyuntikan,” papar dr.
Andri.
Lantaran
osteoarthritis tidak dapat disembuhkan dan belum ada obatnya, kata dia, maka
yang perlu dilakukan adalah mengurangi berat badan dan modifikasi life style.
Misalnya jangan melakukan aktivitas yang high impact, jika memang sudah tahu
ada osteoarthritis.
“Bagi mereka yang
pernah cedera, karena yang pernah cedera lebih bahaya untuk osteoarthritis,
tangani dengan benar cederanya sehingga tidak ada osteoarthritis sekunder.
Untuk yang primer, kurangi berat badan dan kurangi aktivitas high impact.
Artikel ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saya menerima segala kritik yang membangun. Sekian artikel dari saya semoga dapat menambah ilmu dan bermanfaat.